Ada satu hari, dimana saya dan 4 orang teman bertemu di sebuah mall. Salah satu teman membawa mobil, sebutlah Badu, mengajak kami untuk pindah ke tempat lain dengan menggunakan mobilnya. Kami pun menyetujui dan beranjak.
Di basement, tidak sengaja Badu menabrak mobil pick-up. Kalau dilihat dari kerusakan, justru mobil Badu-lah yang paling parah. sampai penyok. Sedangkan si mobil pick-up hanya lecet sedikit. Tapi, memang.. dari kronologis, jelas Badu yang salah.
Saya tidak akan menceritakan detil kesalahan Badu. Tapi, ada hal menarik lainnya..
Jadi, ketika terjadi tabrakan kecil itu, kami sontak terkejut. Si bapak pengemudi pick-up ini langsung turun, melihat lecet di mobilnya. Agak marah. Si Badu? dia turun dari mobil juga dan melihat mobilnya agak penyok tapi langsung kena semprot si pengemudi pick-up.
Lama terjadi adu mulut.. Bahkan Badu pun sampai menawarkan bentuk tanggung jawabnya dengan membawa mobil pick-up itu ke bengkel. Alih-alih meluluh, bapak pengemudi pick-up ini makin terlihat kesal.
Keringat sudah mengucur di dahi Badu. Saya yakin, saat itu dia takut dan bingung. Saya dan teman yang lain pun hanya terdiam. Hingga pada akhirnya, bapak pengemudi pick-up itu mengatakan,
Kerusakan mobil saya tidak parah. Ini saya betulkan sendiri pun bisa. Tapi, kenapa anda tidak meminta maaf?Benar juga. Sepanjang adu mulut itu.. Badu tidak sedikit pun mengucapkan maaf. Entah mungkin karena kaget atau apa, karena yang saya tahu, Badu itu orang baik dan bertanggungjawab. Tapi, terlepas dari itu.. kejadian ini menunjukkan bahwa efek sebuah kata 'maaf' tidak bisa terbayar dengan uang. Got it?!
No comments:
Post a Comment